Samurai dalam budaya Jepang
Daimyō (大名?) berasal dari kata Daimyōshu (大名主? kepala keluarga terhormat) yang berarti orang yang memiliki pengaruh besar di suatu wilayah. Di dalam masyarakat samurai di Jepang, istilah daimyō digunakan untuk samurai yang memiliki hak atas tanah yang luas (tuan tanah) dan memiliki banyak bushi sebagai pengikut.
Pada zaman Muromachi, Shugoshoku adalah nama jabatan yang diberikan kepada kelas penguasa untuk menjaga wilayah feodal yang disebut Kuni (provinsi). Penguasa yang menjabat Shugoshoku kemudian sering disebut sebagai Shugo Daimyō (守護大名? daimyō yang melindungi).
Di zaman Sengoku, dikenal penguasa wilayah feodal yang disebut Taishin (大身?). Selain itu dikenal juga samurai lokal yang berperan dalam pembangunan daerah yang disebut Kokujin (国人?). Sengoku Daimyō (戦国大名?) merupakan sebutan untuk daimyō yang menguasai lebih dari satu wilayah kekuasaan.
Pada zaman Edo, daimyō adalah sebutan untuk samurai yang menerima lebih dari 10.000 koku dari Keshogunan Edo, sedangkan samurai yang menerima kurang dari 10.000 koku disebut Hatamoto.
Daimyo zaman Edo
Peringkat daimyō pada zaman Edo ditentukan oleh tingkatan kebangsawanan (Kakaku), tingkat jabatan (Kan-i), potensi kekayaan wilayah Han (Kokudaka), dan deskripsi pekerjaan (Yakushoku).
Pada zaman Edo terdapat 3 jenis daimyō:
- Kamon Daimyō
- Daimyō yang masih punya hubungan kerabat dengan keluarga shogun Tokugawa
- Fudai Daimyō
- Daimyō turun temurun yang sudah setia kepada shogun Tokugawa jauh sebelum Pertempuran Sekigahara,
- Tozama
- Pengikut Tokugawa yang menjadi setia setelah ditundukkan dalam Pertempuran Sekigahara.
Tokugawa Ieyasu memberi wewenang atas kekuasaan wilayah han
Owari, Kishū, Mito untuk ketiga orang putranya. Ieyasu juga memberi
wewenang kepada masing-masing putranya untuk menggunakan nama keluarga
Tokugawa, sehingga salah satu garis keturunan putranya dapat
menggantikan garis keturunan utama Tokugawa jika mata rantai keturunan
utama terputus. Selain itu, masing-masing putra Tokugawa masih menerima
tugas penting memata-matai kegiatan para daimyō lain wilayah han tetangga.
Ieyasu menyebar anggota keluarganya ke seluruh Jepang untuk mengawasi daimyō di wilayah han tetangga. Putra ke-9 yang bernama Tokugawa Yoshinao ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Owari. Putra ke-10 yang bernama Tokugawa Yorinomu ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Kishū, Putra ke-11 yang bernama Tokugawa Yorifusa ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Mito. Selain itu, Yūki Hideyasu yang merupakan kakak dari shogun generasi ke-2 Tokugawa Hidetada ditunjuk sebagai daimyō wilayah han Echizen.
Pengikut (Kashin) berasal dari keluarga yang sudah turun temurun
mengabdi kepada klan Tokugawa dijadikan Fudai Daimyō. Dalam menjalankan
pemerintahan, shogun Tokugawa selalu dikelilingi oleh Fudai Daimyō yang ditunjuk sebagai menteri senior (Tairō) dan penasehat shogun (Rojū)
Jika dibandingkan dengan daimyō lainnya, Fudai Daimyō menerima jumlah Kokudaka yang rendah, sebaliknya klan Torii, klan Sakakibara, dan klan Honda mempunyai kokudaka yang tinggi. Klan Ii yang menjadi Fudai Hitto di Hikone
mempunyai kokudaka yang sangat tinggi hingga mencapai 350.000 koku.
Cuma ada segelintir daimyō yang menerima di atas 100.000 koku, misalnya:
klan Sakai, klan Abe, klan Hotta, klan Yanagisawa, dan klan Toda.
Samurai (侍 atau 士?) adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang.
Kata “samurai” berasal dari kata kerja “samorau” asal bahasa Jepang
kuno, berubah menjadi “saburau” yang berarti “melayani”, dan akhirnya
menjadi “samurai” yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.
Istilah yang lebih tepat adalah bushi (武士) (harafiah: “orang bersenjata”) yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: “orang ombak”). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.
Samurai dianggap mesti bersopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa
berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era
Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo,
dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji
pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan
digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun
juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.
Etimologi
Perkataan samurai berasal pada sebelum zaman Heian di Jepang di mana bila seseorang disebut sebagai saburai, itu berarti dia adalah seorang suruhan atau pengikut. Hanya pada awal zaman modern, khususnya pada era Azuchi-Momoyama dan awal periode/era Edo pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 perkataan saburai bertukar diganti dengan perkataan samurai. Bagaimanapun, pada masa itu, artinya telah lama berubah.
Pada era pemerintahan samurai, istilah awal yumitori
(“pemanah”) juga digunakan sebagai gelar kehormat bagi sejumlah kecil
panglima perang, walaupun pemain pedang telah menjadi lebih penting.
Pemanah Jepang (kyujutsu), masih berkaitan erat dengan dewa perang Hachiman.
Berikut adalah beberapa istilah lain samurai.
- Buke (武家) – Ahli bela diri
- Kabukimono – Perkataan dari kabuku atau condong, ia merujuk kepada gaya samurai berwarna-warni.
- Mononofu (もののふ) – Istilah silam yang berarti panglima.
- Musha (武者) – Bentuk ringkasan Bugeisha (武芸者), harafiah. pakar bela diri.
- Si (士) – Huruf kanji pengganti samurai.
- Tsuwamono (兵) – Istilah silam bagi tentara yang ditonjolkan oleh Matsuo Basho dalam haiku terkemukanya. Arti harafiahnya adalah orang kuat.
Senjata
Samurai mengunakan beberapa macam jenis senjata, tetapi katana adalah senjata yang identik dengan keberadaan mereka, Dalam Bushido diajarkan bahwa katana adalah roh dari samurai dan kadang-kadang digambarkan bahwa seorang samurai sangat tergantung pada katana dalam pertempuran. Mereka percaya bahwa katana sangat penting dalam memberi kehormatan dan bagian dalam kehidupan. Sebutan untuk katana tidak dikenal sampai massa Kamakura (1185–1333), sebelum masa itu pedang Jepang lebih dikenal sebagai tachi dan uchigatana, Dan katana sendiri bukan menjadi senjata utama sampai massa Edo.
Apabila seorang anak mancapai usia tiga belas tahun, ada upacara yang dikenali sebagai Genpuku. Anak laki-laki yang menjalani genpuku mendapat sebuah wakizashi dan nama dewasa untuk menjadi samurai secara resmi. Ini dapat diartikan dia diberi hak untuk mengenal katana walaupun biasanya diikat dengan benang untuk menghindari katana terhunus dengan tidak sengaja. Pasangan katana dan wakizashi dikenali sebagai Daisho, yang berarti besar dan kecil.
Senjata samurai yang lain adalah yumi atau busar komposit dan dipakai selama beberapa abad sampai masa masuknyah senapan pada abad ke-16. Busur komposit
model Jepang adalah senjata yang bagus. Bentuknya memungkinkan untuk
digunakan berbagai jenis anak panah, seperti panah berapi dan panah
isyarat yang dapat menjangkau sasaran pada jarak lebih dari 100 meter, bahkan bisa lebih dari 200 meter bila ketepatan tidak lagi diperhitungkan, Senjata ini biasanya digunakan dengan cara berdiri dibelakang Tedate
(手盾) yaitu perisai kayu yang besar, tetapi bisa juga digunakan dengan
menunggang kuda. Latihan memanah di belakang kuda menjadi adat istiadat
Shinto, Yabusame (流鏑馬). Dalam pertempuran melawan penjajah Mongol, busur komposit
menjadi senjata penentu kemenangan, Pasukan Mongol dan Cina pada waktu
itu memakai {busur komposit]] dengan ukuran yang lebih kecil, apalagi
dengan keterbatasannya dalam pemakaian pasukan berkuda.
Dwi Jayanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar